Hari Senin, 15 Juli 2013, Kurikulum 2013 mulai diberlakukan
dibeberapa sekolah target. Mengapa Kurikulum berubah ?????
HAKIKAT dari suatu perubahan haruslah
mengandung isi dan arah menuju suatu perbaikan kondisi atau mengarah pada
peningkatan mutu yang lebih baik daripada sebelumnya. Demikian pula harapan
tentang perubahan kurikulum 2013.
Tentang perubahan kurikulum ini, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) mengklaim bahwa Kurikulum 2013 memiliki 3 (tiga)
keunggulan lebih baik dibandingkan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) atau Kurikulum Tahun 2006. Menurut penjelasan Menteri Pendidikan &
Kebudayaan M Nuh, keunggulan Kurikulum 2013 meliputi : Pertama, jika pada
kurikulum KTSP mata pelajaran ditentukan dulu untuk menetapkan standar
kompetensi lulusan, maka pada Kurikulum 2013 pola pikir tersebut dibalik.
Kedua, kurikulum baru 2013 memiliki pendekatan yang lebih
utuh dengan berbasis pada kreativitas siswa. Kurikulum baru ini diyakini telah
memenuhi tiga komponen utama pendidikan, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang akan menjadi penguatan pada pembentukan karakter, dan Ketiga, pada
kurikulum baru kompetensi yang ada pada jenjang SD, SMP dan SMA didesain secara
berkesinambungan.
Sementara itu, untuk mendukung kesiapan dalam penerapan
Kurikulum 2013 Kemendidkbud menjelaskan bahwa telah menyiapkan rencana tindakan
dan strategi melalui 3 program yaitu : Pertama, menyiapkan buku referensi untuk
pegangan guru dan murid yang berbeda isi dan bobotnya. Kedua, menyiapkan
program pelatihan guru secara bertahap dan berkelanjutan yang realisasinya akan
dimulai untuk guru yang mengajar pada kelas satu dan empat di jenjang SD, kelas
tujuh di SMP, serta kelas sepuluh di SMA/SMK.
Sedangkan target jumlah tenaga guru yang diikutsertakan
dalam pelatihan ini berkisar antara 400 sampai 500 ribu-an orang. Ketiga
mengubah sistem tata kelola/manajemen pada setiap tingkat satuan
pendidikan/sekolah. Alasannya adalah karena kurikulum berubah, maka tata
kelolanya dan sistem administrasinya juga harus diubah, misalnya bentuk dan
format rapor perlu disesuaikan dengan perubahan mata pelajaran/bidang studi,
format silabus untuk setiap jenjang pendidikan harus diubah, sistem dan
prosedur laporan pendidikan yang lain harus disesuaikan, dll.
Jika kita perhatikan dari uraian di atas, alasan perubahan
dan rencana implementasi Kurikulum 2013 tampaknya sangat masuk akal dan
menawarkan harapan yang cukup menjanjikan yaitu perubahan menuju ke arah yang
lebih baik. Namun, apakah memang nanti akan sungguh terjadi demikian? Marilah
kita mencoba menganalisis dan melakukan prediksi secara lebih cermat terkait
dengan setiap perubahan kurikulum yang pernah terjadi di negeri ini.
Jika dihitung sejak Indonesia merdeka, setidaknya sudah terjadi
perubahan kurikulum sebanyak 11 (sebelas) macam yang berbeda-beda antara lain:
(1) Tahun 1947 disebut Rencana Pelajaran : Dirinci Dalam Rencana Pelajaran
Terurai, (2) Tahun 1964 Rencana Pendidikan Dasar, (3) Tahun 1968 Kurikulum
Sekolah Dasar, (4) tahun 1974 Kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan), (5) Tahun 1975 Kurikulum Sekolah Dasar, (6) Tahun 1984 : Desain
Kurikulum 1984 (7).Tahun 1994 : Desain Kurikulum 1994, (8)Tahun 1997: Revisi
Kurikulum 1994, (9) Tahun 2004 : Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),
(10) Tahun 2006: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan (11) Tahun
2013 : Kurikulum 2013.
Dari seluruh perubahan tersebut, sejarah mencatat bahwa
setiap perubahan kurikulum yang terjadi selama kurun waktu tersebut belum
pernah mampu menciptakan perbaikan terhadap sistem pendidikan nasional secara
mendasar dan berdampak positif secara signifikan, apalagi membawa keunggulan
yang mampu mengangkat citra positif yang ditandai dengan semakin meningkatnya
mutu pendidikan di Indonesia.
Fakta dan realita secara de fakto dan de jure bahwa situasi
dan kondisi terutama menyangkut sistem dan tingkat mutu pendidikan sampai
sekarang belum berbentuk dan belum menampakkan suatu standar mutu yang dapat
diakui eksistensinya secara nyata serta tetap berada pada level cukup bawah
apabila dibanding dengan negara-negara lain yang kondisi sosial, politik, dan
ekonominya setara, akan tetapi mereka lebih unggul dalam sistem pengelolaan dan
pencapaian mutu pendidikan di negaranya; artinya kita selalu dalam posisi
tertinggal jauh di belakang (far fall behind).
Apakah kemudian kita pesimis atau apriori terhadap setiap
perubahan kurikulum? Bisa YA, bisa juga TIDAK, hal itu sangat tergantung dari
sudut mana kita memandang dan mengambil sikap. Namun, apabila kita melihat dari
kecenderungan/trend dari 10 kali perubahan yang boleh dikatakan secara ekstrem
“nyaris tak berdampak terhadap kemajuan dan peningkatan mutu pendidikan secara
signifikan “, maka mungkin kita kemudian akan bersikap pesimis dan apriori.
Namun, apabila kita fokus pada inti masalah dan berusaha
mencari akar masalah serta memikirkan alternatif solusinya, maka boleh jadi
perubahan kurikulum 2013 kali ini dapat kita pandang sebagai “HARAPAN BARU“.
Dari semua perkara di atas, hanya ada satu pertanyaan yang paling mendasar
yaitu : Mengapa perubahan kurikulum di Indonesia dari periode ke periode hampir
tidak pernah mampu menciptakan perbaikan yang mendasar dan bersifat
signifikan?” Jawaban dan alasannya kemungkinan besar adalah meliputi indikasi
sebagai berikut : (1) Sebelum dilakukan perubahan kurikulum, tidak dilakukan
kajian yang benar-benar komprehensif dan bersifat menyeluruh dengan
memperhatikan aneka aspek serta melibatkan para pihak yang terkait sehingga
kajian mampu menyentuh akar masalah dan tidak hanya mengupas gejala/fenomenanya
saja.
Analoginya, jika kita ingin mengobati suatu penyakit secara
tuntas, maka kita perlu menemukan apa jenis penyakit yang sesungguhnya, dan
bukan hanya merasa cukup dengan melihat gejala-gejalanya. Jadi, jangan hanya
mengobati suatu penyakit dengan mengobati gejala-gejalanya saja. Harus kita
sadari bahwa banyak penyakit yang memiliki gejala yang sama, namun jenis
penyakitnya lain.
(2) Penetapan atau pengambilan keputusan tentang perubahan
kurikulum seringkali lebih berorientasi pada kebijakan secara politik sehingga
terkesan ganti menteri ganti kebijakan, dan tidak berdasarkan masalah hakiki
dan alasan esensial yang seharusnya menjadi pertimbangan utama, (3) Kesalahan
paradigma dan asumsi umum di Indonesia bahwa kurikulum hampir selalu dipandang
sebagai titik sentral penyebab atau biang keladi atas kegagalan sistem
pendidikan dan implementasinya.
Kita lupa bahwa banyak faktor atau unsur lain yang bersifat
menjadi agen penentu atas keberhasilan dalam implementasi suatu sistem
pendidikan. Unsur infrastruktur dan sarana pendidikan, mutu SDM bidang
pendidikan, sistem dan model pembelajaran, sistem manajemen operasional
pendidikan, sistem evaluasi pendidikan, dll. Seringkali unsur-unsur tersebut
tidak tersentuh oleh perubahan, dan hanya kurikulum yang dijadikan obyek utama
dalam penetapan kebijakan tentang perubahan sistem pendidikan.
(4) Implementasi setiap kurikulum pada periode tertentu,
tidak pernah terlaksana secara tuntas dan tidak diadakan evaluasi secara
mendalam untuk mengetahui tingkat efektivitasnya. Ibaratnya penyakit belum juga
sembuh, tetapi sudah ganti obat yang belum jelas khasiatnya. Taruhlah, apakah
dari 10 kali periode perubahan kurikulum, Kemendikbud pernah menyampaikan bukti
berdasarkan dokumen portofolio yang menunjukkan bahwa kurikulum lama tidak
efektif dan perlu diganti dengan kurikulum baru? Jawabnya : Tidak ada.
Jadi, kesannya adalah kebijakan berdasarkan kosep “ Like “
or “Dislike“; alias suka atau tidak suka. Jika masih suka, tidak diganti.
Sebaliknya jika, sudah tidak suka, ya diubah sekenanya. (5) Perubahan kurikulum
dipaksakan berdasarkan otoritas birokratik. Artinya bahwa perubahan kurikulum
cenderung top-down (dari pemegang kekuasaan/otoritas), bukan kolaboratif
(melibatkan saran/ masukan dan kajian dari aneka pihak yang berkepentingan
misalnya para praktisi dan pakar pendidikan, para peneliti bidang pendidikan,
masyarakat yang peduli terhadap dunia pendidikan, para pelaku dunia industri
dan usaha atau lembaga/instansi terkait, dll), Kembali pada rencana
implementasi kurikulum 2013 dan keunggulannya dibandingkan dengan kurikulum
KTSP.
Jika benar-benar kita cermati sebenarnya pada rencana
implementasi kurikulum 2013 tidak terdapat perbedaan yang signifikan kecuali :
(1) penekanan pada pendidikan karakter, (2) pengurangan jumlah mata
pelajaran/bidang studi dan dibarengi penambahan jam belajar, (3) upaya
menyambungkan keberlanjutan antara kompetensi yang ada di SD, SMP, hingga SMA.
Sebenarnya, jika hanya itu saja, tidak perlu mengubah kurikulum, dan cukup
dengan merevisi Kurikulum 2006 : KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
sehingga akan lebih efektif dan efisien baik dari segi teknis maupun
pembiayaan.
Sebab salah satu keunggulan KTSP adalah memasukkan konsep
otonomi pendidikan. Setiap sekolah memiliki peluang untuk menjadi inovatif
dengan menerapkan SNP (Standar Nasional Pendidikan) dibarengi pengembangan
secara kreatif dan kontekstual menuju sekolah unggul yang otonom. Kurikulum
2013 justru dapat memasung kreativitas dan otonomi di bidang pendidikan karena
kurikulum dan persiapan proses pembelajaran akan disediakan dalam bentuk produk
jadi (completely-built up product).
Misalnya guru akan diberi silabus siap pakai, buku wajib
siap pakai, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) siap pakai, dan sebagainya
tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan konteks masing-masing sekolah. Memang
secara teknis dalam pelaksanaan tugas, guru dibuat lebih ringan dan mudah dalam
mempersiapkan administrasi dan materi pelajaran, tetapi kita mungkin tidak
sadar bahwa ini sebenarnya merupakan sebuah kemunduran.
Sebab hal serupa pernah terjadi pada implementasi Kurikulum
Tahun 1947 dan Kurikulum 1975 yang mengacu pada konsep Kurikulum Berbasis
Materi (Content Based-Curriculum) dan konsep ini sudah ditinggalkan oleh
negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Prancis, Jerman, dll sejak tahun
1920-an yang salah satu cirinya adalah bahwa silabus dan buku referensi guru
dijadikan “Buku Suci“. Jadi semua guru harus mengajar dengan rujukan silabus
dan buku pegangan wajib yang telah ditentukan.
Kita mestinya harus sadar bahwa kita sekarang hidup di zaman
modern dengan pendekatan yang berbeda. Proses pendidikan pada jaman sekarang
mengacu pada konsep otonomi pendidikan (Education Autonomy) dan pembelajaran
aktif (Active learning), kolaboratif (Collaborative Learning), serta
menyarankan referensi pada aneka sumber belajar (Multi-Resources Learning) yang
bersifat terintegrasi (integrated learning) dan juga melibatkan aneka disiplin
ilmu yang terkait (Inter-disciplines ).
Semua guru dapat mengajar (mengembangkan kecakapan
intelektual, penguasaan sains dan teknologi), tetapi tidak semuanya mampu
mendidik (mengubah paradigma, sikap dan perilaku dalam rangka membentuk
karakter siswa). Oleh sebab itu, kendala lain yang paling berat dalam
implementasi kurikulum 2013 adalah urusan mengubah paradigma, sikap, perilaku
dan karakter para guru itu sendiri sebelum mereka melaksanakan tugas sebagai
pendidik yaitu membentuk karakter siswa.
Justru unsur pembentukan karakter inilah yang telah
ditetapkan menjadi salah satu fokus pengembangan kurikulum 2013. Oleh sebab itu
dalam konteks ini, Kemendikbud wajib menginventarisasi tentang jumlah guru dan
memetakan kemampuan mereka khususnya dalam hal kecakapan mendidik. Idealnya
seorang guru harus menjadi pengajar profesional dan sekaligus pendidik yang
memiliki mental tangguh. Jangan sampai Kemendikbud menugaskan sembarang guru
yang hanya cakap mengajar, tetapi tidak mampu mendidik. Kita semua berharap,
melalui salah satu unsur keunggulan kurikulum 2013 ini dapat memberikan dampak
positif terhadap pembangunan karakter bangsa
0 komentar:
Posting Komentar