Putri tercinta saat bersama Almarhumah Istri tersayang

Duhai Sayang....Semoga engkau berbahagia di alam sana

Saat-saat terindah bersama Almarhumah Istri Tersayang

Duhai sayang.... Semoga engkau berbahagia di alam sana

Saat-saat terindah bersama Almarhumah Istri Tersayang

Duhai sayang.... Semoga engkau berbahagia di alam sana

Upacara Pembukaan Class Meeting Madrasah Al Rosyid

Bersama Bapak Kapolres Bojonegoro

Rahma dan Rafi Motivatorku

Ayah selalu menyayangi kalian berdua

Selasa, 13 Desember 2011

IZINKAN AKU MENIKAH TANPA PACARAN@. 

Banyak muda-mudi jaman sekarang yang asyik masuk terseret dalam pergaulan bebas. Pacaran seolah menjadi budaya. Pacaran menjadi nuansa bagi mereka untuk menuangkan rasa cinta pada sang kekasih. Rasa rindu ingin bertemu selalu menghantui mereka, para remaja yang sedang dimabuk cinta. Malangnya, ajang bercengkerama dua anak manusia berlainan jenis (bukan muhrim) ini lebih digemari dari pada membaca buku-buku motivasi atau kegiatan positif lainnya. Lebih malang lagi, tontonan sinetron-sinetron di televisi lebih memperparah lagi keadaan ini. Tak dapat dipungkiri lagi, di masa sekarang, ada keprihatinan mendalam di balik fenomena itu. Dengan “mengatasnamakan cinta”, muda-mudi itu banyak yang lupa akan batasan-batasan yang digariskan agama. Melalui ajang yang disebut pacaran itu, terjadilah sebuah interaksi intensif dari perasaan saling suka, sering bertemu, dan seterusnya yang berujung pada terjadinya berbagai kontak fisik dalam kesempatan yang sepi berdua. Tak jarang mereka sampai terjerumus ke jurang perzinaan, karena tak bisa mengendalikan diri. Akhirnya, hubungan yang awalnya istimewa bagi mereka, menjadi penyebab terjadinya dosa besar dan hancurnya masa depan bagi pelakunya. Sekali lagi, sebelumnya mereka melakukannya dengan “mengatas namakan cinta”. Ada kisah nyata seorang wanita yang dulu jadi teman sekelas semasa SD. Dia adalah gadis yang manis menurut penilaian umum. Walau sedikit centil, ia banyak disukai teman-temannya. Sejak SD ia sudah telibat hubungan asmara dengan kakak kelas yang juga masih tetangga saya. Walau itu mungkin cinta monyet, namun kisah itu terus berlanjut hingga SMA. Malangnya, ketika masih kelas 1 SMA, si gadis ternyata telah berbadan dua sehingga mau tidak mau harus kawin sangat muda. Tak berapa lama, keluarlah anaknya dari rahimnya sehingga dapat dikata ABG (Anak Baru Gede) tiba-tiba mengeluarkan anak yang bisa “gede”. Setelah semua itu terjadi, hilanglah masa-masa indah si gadis dalam berproses menjadi manusia dewasa. Dia harus menjadi sosok ibu di saat jiwanya masih pancaroba, sementara gadis-gadis lain sedang menikmati kebebasan mencari jati diri. Dia kini kelihatan sudah tua dengan badan gemuknya layaknya ibu-ibu kelahiran era 70an. Kecantikannya hanya terlihat sekejap mata setelah bencana itu tak dapat dihindarinya. Ia telah kehilangan masa mudanya… Lalu, siapa yang salah? Begitu naifkah, kata cinta yang harusnya dijaga kesuciannya, menjadi ternoda. Lalu, benarkah itu cinta? Ataukah hanya nafsu yang terkamuflase? Jadi, ketika sepasang muda-mudi sedang asyik berduaan, sebenarnya cinta ataukah nafsu mereka yang “berbicara”?
Apakah emosi ataukah akal sehat mereka yang lebih dominan? Jika ada seorang gadis yang berkata pada kekasihnya, “Kuserahkan segala milikku untukmu sebagi bukti cintaku padamu…” Dia menganggap itu sebagai sebuah pengorbanan karena cinta. Tapi begitukah pengorbanan untuk cinta? Ataukah itu untuk nafsu? Ada seorang pemuda menanyakan pada pacarnya, “Bila kau benar cinta padaku, apa buktinya?” Atau dalam kesempatan lain, “Sebagai bukti cinta, maukah kau kucium, kupeluk… (dan seterusnya).” Atau dalam kasus lain, jika yang minta ini itu adalah sang gadis, dan ketika si pemuda menolaknya lantas dibilang pengecut. Apakah harus begitu membuktikan cinta? Begitu mudahkah mengatas namakan “cinta” untuk suatu perbuatan dosa. Apakah itu benar cinta, atau itukah yang dinamakan nafsu? Yah, sebagai makhluk jenius yang dikaruniai akal budi yang sempurna, kita sebagai manusia pasti tahu perbedan keduanya, antara nafsu dan cinta. Dan sebagai generasi muda yang terpelajar, sudah sepantasnyalah kita tidak mencampuradukkan kedua hal itu untuk melegalkan hasrat (baca: hawa nafsu) kita. Sekarang adalah era informasi yang serba canggih, bukan era manusia gua ratusan abad yang lalu. Manusia semakin cerdas dan punya peradaban tinggi. Jadi, harus tahu apa itu arti cinta yang sesungguhnya, dan jangan menodai makna cinta dengan pelampiasan hasrat nafsu birahi dengan mengatasnamakan cinta. Begitu memprihatinkan pergaulan bebas muda-mudi di jaman ini, yang melegalkan perbuatan maksiat sebagai sebuah kebiasaan yang wajar. Hal itu bukan tanpa bukti. Ada wanita yang berkisah langsung dan katanya ingin bertaubat. Ada juga laki-laki yang berkisah dengan perasaan bangga tanpa ada niat memperbaiki diri sedikitpun. Ada juga cerita dari teman yang sering dijadikan curhat teman-temannya. Pendek kata, kita harus mengurut dada mengetahui realitas kelabu ini. Mereka ada di tengah-tengah kita. Itu terjadi di tengah-tengah kita. Belum lagi banyaknya kasus-kasus pergaulan intim muda-mudi di luar nikah yang menghebohkan, direkam layaknya film dokumenter, namun akhirnya aib itu tersebar. Dan bagi si pelaku, pasti malu yang tak terkira harus mereka tanggung. Juga bagi keluarganya, itu semua menjadi aib yang memalukan, menghancurkan martabat keluarga, dan meluluhlantakkan segala kebanggaan. Ironisnya, pelakunya kebanyakan adalah sepasang kekasih yang masih pelajar atau mahasiswa. Lebih ironis lagi, mereka melakukannya atas nama cinta. Pertanyaannya: apakah semua itu akan dibiarkan saja? Atau biarlah jadi bahan pemberitaan belaka? Nama cinta bukanlah untuk sesuatu yang nista. Cinta adalah anugerah Yang Kuasa yang harus kita jaga kesuciannya. Jika kita mencintai kekasih kita, maka dengan cinta itulah kita menjaganya, bukan menodainya. Cinta selalunya suci dan mulia bila ia dimiliki oleh seorang “pecinta sejati”. Banyak kisah cinta yang menjadi legenda. Tajmahal yang indah di negeri India tercipta karena cinta. Rabiah Al Adawiyah menjadi legenda sufi wanita karena cintanya pada Sang Pencipta. Pasangan legenda Rama–Shinta, Romeo–Juliet, Kais–Laila, menjadi kisah sepanjang masa karena cinta mereka. Tidak ada kisah melegenda tentang nafsu yang tak terkendali dalam hubungan dua insan lain jenis tanpa ikatan pernikahan. Adanya hanyalah skandal, perselingkuhan, perzinaan, dan nama lain sejenis yang amoral. Jadi, jangan katakan ‘cinta’ jika kita tidak bisa memaknainya dengan makna yang sebenarnya. Jangan samakan cinta dengan nafsu hanya karena kita kurang kendali diri. Jangan mengkambinghitamkan cinta sebagai sarana pelampiasan nafsu. Dan yang lebih penting lagi, pergaulan bebas tak akan terjadi bila muda-mudi kita bisa memaknai cinta dengan sebenarnya dan memegang teguh ajaran agama dengan istiqomah (konsisten) sampai tiba masanya gerbang pernikahan terbuka. Bagaimana menurut pendapat Anda?

Minggu, 04 September 2011

Clinking Buttons Aid Student Discussion

A COMMON problem faced by teachers in implementing cooperative learning is certain students tend to dominate the discussion. But on the other hand, there are also students who are passive and do not contribute to the group work. This kind of situation calls for division of responsibilities amongst the students, without which the passive students will be dependent on their more active group mates. As a solution, Yasdi, SE, DBE3 District Facilitator from Bojonegoro District has adopted cooperative learning with "Kancing Gemerincing" (clinking buttons) in her social studies lesson in Class 8-E MTs Al Rosyid, with the basic competency: "Describing the function of tax in the national economy". This activity allowed each group member to contribute and appreciate other members’ opinions. The lesson followed these easy steps : (1) The teacher prepared a small box of buttons (other small things like pieces of straws, matches or beans will do just as well); (2) Discussion groups were formed, each group consisting of 6 students; (3) Each group member was given two or three buttons before beginning the discussion; (4) The teacher distributed the worksheet and the students discussed the worksheet; (5) Every time a student spoke up or expressed their opinion, (s)he put a piece of his/her button on the desk. (6) When (s)he has put all their buttons on the table (s)he was not be allowed to speak anymore until all the group members had done the same; (7) When all of them ran out of buttons but the task was not finished yet, they were allowed to redistribute the buttons and repeat step 4 to 6; (8) When students had finished their task, they made an analysis and wrote it down on a piece of paper; (9) Each group then presented their work to the other groups and ask for their inputs. Following the use of this method, students in Class 8-E are now more active during discussion. This method ensures that each student is given the opportunity to contribute in a discussion. Teachers can use this method as a solution to student's discussion problems.

Sabtu, 03 September 2011

ETIKA BERGAUL DALAM ISLAM

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat [49]:13)

Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.

Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan kekuasaan-Nya.

Maka dari itu, janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan hal yang wajar, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar dan adil. Karena bisa jadi sesuatu yang tadinya kecil, tetapi karena salah menyikapi, akan menjadi hal yang besar. Itulah perbedaan. Tak ada yang dapat membedakan kita dengan orang lain, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah SWT (QS. Al_Hujurat [49]:13)
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf, tafahum, dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.

Ta’aruf. Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan? Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud?
Begitulah, ternyata ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.

Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).

Ta’awun. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullulloh SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan. Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh makhluknya. Wallahu a’lam bishshawab.

VISI MISI MADRASAH AL ROSYID

DRAFT VISI MISI MADRASAH AL ROSYID
Oleh : Yasdi, SE


Visi :
TERWUJUDNYA GENERASI ISLAM BERDEDIKASI TINGGI,
UNGGUL DALAM PRESTASI DAN BERAKHLAQUL KARIMAH


Misi :
1. Mewujudkan disiplin madrasah
Indikator :
- Madrasah memiliki peraturan / tata tertib yang diketahui seluruh warga madrasah
- Madrasah memasang peraturan / tata tertib ditempat – tempat strategis yang mudah dilihat semua warga madrasah
- Madrasah memiliki sanksi tegas terhadap pelanggaran disiplin.

2. Meningkatkan kerja sama madrasah, orang tua, dan masyarakat
Indikator :
- Terbentuknya jalinan kerja dengan orang tua dan masyarakat,
- Terealisasinya penggalangan dana untuk kegiatan non akademik yang membutuhkan dana besar
- Terwujudnya pendayagunaan potensi orangtua dan masyarakat.

3. Membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik agar unggul dalam akademik dan non akademik.
Indikator :
- Menghasilkan siswa yang berprestasi dibidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
- Menghasilkan siswa yang berprestasi di bidang Penelitiaan, Karya Ilmiah remaja
- Menghasilkan siswa yang berprestasi dibidang olahraga dan seni ( kaligrafi dan muhadloroh )

4. Menyelenggarakan pengajaran dan pembelajaran bermakna ( better teaching and learning )
Indikator :
- Guru menerapkan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan.
- Guru menerapkan pengajaran dan pembelajaran yang konstektual
- Guru menerapkan pembelajaran berpusat pada siswa ( Student Center ) dalam rangka membentuk kecapakan siswa (Personal, Sosial, Akademik dan Vokasional )

5. Melaksanakan bimbingan yang Islami sehingga nilai Islam menjadi jalan hidup( way of life ) bagi setiap siswa
Indikator:
- Siswa memiliki kesadaran untuk menerapkan nilai-nilai Islam baik pembicaraan maupun perilaku.

Tujuan Madrasah
a. Jangka Pendek
1. Mencetak generasi Islam yang berkualitas dalam bidang Ilmu Pengetahuan (agama dan umum) dan menguasai tekhnologi
2. Mencetak siswa untuk dapat menerapkan hasil pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari
3. Ikut serta menunjang pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan dasar sembilan tahun.

b. Jangka panjang
1. Menciptakan pendidikan tingkat MTs berdaya jangkau luas, meningkatkan mutu pendidikan MTs serta menunjang dan meningkatkan pola pendidikan keagamaan ( Islam )
2. Ikut serta menanamkan sikap kemandirian (otodidak), kedisiplinan, memiliki inisiatif, inovatif, beradaptasi dengan lingkungan dan bertanggung jawab melalui pendidikan Pondok Pesantren.
3. Menunjang usaha perwujudan masyarakat belajar seumur hidup ( Long Life Education ) sehingga mampu menjawab tantangan umat/masyarakat di Era Globalisasi
4. Memperkuat citra Pondok Pesantren dengan merubah pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa Pondok Pesantren adalah lingkungan pendidikan yang lemah dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Apa Tuhan Pencipta Segalanya???

Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan? Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantanG mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya".

"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi.

"Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut. Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata,

"Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?""Tentu saja," jawab si Profesor

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.

Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?"

Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."

Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya.
Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"

Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara - perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab,

"Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah katayang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih sayang Tuhan dihati manusia. Seperti dinginyang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."

Profesor itu terdiam. Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

Senin, 28 Maret 2011

COOPERATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

A. Pendahuluan
Dunia pendidikan di Indonesia secara tidak langsung sedang mengalami krisis, akibat dari perubahan-perubahan yang cepat di luar pendidikan. Hal ini menjadi tantangan-tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika praktik-praktik pembelajaran dan pendidikan di Indonesia tidak dirubah, bangsa Indonesia akan ketinggalan oleh negara-negara lain. Peranan dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik agar optimal dalam kehidupan bermasyarakat, maka proses dan model pembelajaran perlu terus diperbaharui.

Upaya pembaharuan proses tersebut, terletak pada tanggung jawab guru, bagaimana pembelajaran yang disampaikan dapat dipahami oleh anak didik secara benar. Dengan demikian, proses pembelajaran ditentukan sampai sejauh guru dapat menggunakan metode dan model pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran itu banyak macamnya, setiap model pembelajaran sangat ditentukan oleh tujuan pembelajaran dan kemampuan guru dalam mengelola proses pengajaran.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Ide penting dalam pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yaitu siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran.

B. Cooperative Learning
Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil (Saptono, 2003:32). Kepada siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan sebagainya.

Agar terlaksana dengan baik strategi ini dilengkapi dengan LKS yang berisi tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan siswa. Selama bekerja dalam kelompok, setiap anggota kelompok berkesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan memberikan respon terhadap pendapat temannya. Setelah menyelesaikan tugas kelompok, masing-masing menyajikan hasil pekerjaannya didepan kelas untuk didiskusikan dengan seluruh siswa.

Menurut Lundgren (Sukarmin, 2002:2), Unsur-unsur dasar yang perlu ditanamkan pada diri siswa agar cooperative learning lebih efektif adalah sebagai berikut :
a.Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”
b.Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c.Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.
d.Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara anggota kelompok.
e.Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
f.Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g.Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Sementara itu, menurut Nur (2001: 3) pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b.Kelompok dibentukdari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c.Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, bangsa, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
d.Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

C. Motivasi Belajar

Salah satu aspek psikologis yang ada pada diri seseorang adalah motivasi. Menurut Egsenck (Slameto, 2003:170) motivasi merupakan suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsisten, serta arah umum dari tingkah laku manusia. Seseorang termotivasi atau terdorong untuk melakukan sesuatu karena adanya tujuan atau kebutuhan yang hendak dicapai.

Tujuan atau kebutuhan tersebut akan mengarahkan perilaku seseorang. Begitu pula perilaku seseorang dalam kegiatan belajar mengajar juga memerlukan motivasi untuk belajar. Menurut Sardiman (1987), motivasi belajar ada 2 yaitu:

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu ada perangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tingkah laku yang dilakukan seseorang disebabkan oleh kemauan sendiri bukan dorongan dari luar.

b. Motivasi Ekstrinsik.

Motivasi ekstrinsik merupakan motif yang aktif dan berfungsi arena adanya dorongan atau rangsangan dari luar. Tujuan yang diinginkan dari tingkah laku yang digerakkan oleh motivasi ekstrinsik terletak diluar tingkah laku tersebut.Penguatan motivasi-motivasi belajar tersebut berada ditangan para guru pendidik dan anggota masyarakat yang lain. Guru sebagai pendidik bertugas memperkuat motivasi belajar selama minimum 9 tahun pada usia wajib belajar. Orang tua bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat. Ulama sebagai pendidik juga bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat.

Menurut Dimyati & Mudjiono (1994:89), unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah:

a. Cita-cita atau aspirasi siswa

Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari cita-cita dalam kehidupan. Dari segi emansipasi kemandirian, keinginan yang terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar. Dari segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-cita.

b. Kemampuan siswa

Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.

c. Kondisi siswa

Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani sangat mempengaruhi motivasi belajar.

d. Kondisi lingkungan siswa

Lingkungan siswa berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, kehidupan kemasyarakatan. Dengan kondisi lingkungan tersebut yang aman, tentram, tertib dan indah maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, pikiran yang

mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar.

f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa

Guru adalah seorang pendidik profesional. Ia bergaul setiap hari dengan puluhan atau ratusan siswa. Sebagai pendidik, guru dapat memilil dan memilah yang baik. Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik tersebut sudah merupakan upaya membelajarkan dan memotivasi siswa.

E. Pentingnya Cooperative Learning

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif lebih banyak meningkatkan belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif (Nur, 2001: 3). Peningkatan belajar tidak bergantung pada usia siswa, mata pelajaran, atau aktivitas belajar. Tugas-tugas belajar yang kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis dan pembelajaran konseptual meningkat secara nyata pada waktu digunakan strategi-strategi kooperatif. Siswa sering beranggapan bahwa belajar telah selesai setelah mereka menguasai sejumlah fakta. Bagaimanapun juga mereka lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tingi selama dan setelah diskusi dalam kooperatif daripada apabila mereka bekerja secara competitive atau individual. Jadi, materi yang dipelajari siswa melekat untuk periode waktu yang lebih lama.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa di dalam setting kelas, remaja belajar lebih banyak dari satu teman ke teman yang lain diantara siswa daripada guru. Konsekuensinya, pengembangan komunikasi yang efektif seharusnya tidak ditinggalkan demi kesempatan belajar itu. Metode pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang sangat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya

Tiga tujuan pembelajaran kooperatif (Mulyasa, 2004) yaitu:

1. Hasil akademik . Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang mempunyai orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini , siswa kelompok atas akan meningkatkan kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu . Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang luas terhadap orang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun ketidakmampuan.

3. Pengembangan keterampilan sosial. Tujuan penting Ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Pembelajaran matematika dengan cooperative learning dapat meningkatkan daya nalar dan daya pikir anak serta dapat mengurangi kegiatan menghafal. Anak dapat merasakan bahwa berpikir lebih baik dari pada menghafal sehingga mereka akan lebih termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Coopertive learning yang meningkatkan hubungan kerjasama antar teman memacu anak untuk semakin maju dan bekerja keras dan hasil dari cooperative learning akan membantu masyarakat untuk mendapatkan seorang yang bekerja keras dan dapat bekerja sama.

F. Kelebihan dan Kelemahan Cooperative Learning

Sebagai suatu metode pembelajaran cooperative learning memiliki beberapa keunggulan diantaranya :

a. Meningkatkan harga diri tiap individu

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar.

c. Konflik antar pribadi berkurang

d. Sikap apatis berkurang

e. Pemahaman yang lebih mendalam

f. Retensi atau penyimpanan lebih lama

g. Meningkatkan kebaikan budi,kepekaan dan toleransi.

h. Cooperative learning dapat mencegah keagresivan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.

i. Meningkatkan kemajuan belajar(pencapaian akademik)

j. Meningkatkan kehadiran siswa dan sikap yang lebih positif

k. Menambah motivasi dan percaya diri

l. Menambah rasa senang berada di sekolah serta menyenangi temanteman sekelasnya

m. Mudah diterapkan dan tidak mahal

Di samping kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh cooperative learning, terdapat kekurangan-kekurangan diantaranya yaitu:

a. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan guru mengkondisikan kelas atau pembelajaran dilakuakan di luar kelas seperti di laboratorium matematika, aula atau di tempat yang terbuka.

b. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang pada hasil jerih payahnya. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan sebab dalam cooperative learning bukan kognitifnya saja yang dinilai tetapi dari segi afektif dan psikomotoriknya juga dinilai seperti kerjasama diantara anggota kelompok, keaktifan dalam kelompok serta sumbangan nilai yang diberikan kepada kelompok.

c. Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. Karakteristik pribadi tidak luntur hanya karena bekerjasama dengan orang lain, justru keunikan itu semakin kuat bila disandingkan dengan orang lain.

d. Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil, bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut. Dalam cooperative learning pembagian tugas rata, setiap anggota kelompok harus dapat mempresentasikan apa yang telah didapatnya dalam kelompok sehingga ada pertanggungjawaban secara individu. Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang dapat memotivasi belajar siswa dimana kekurangan yang mungkin terjadi dapat diminimalisirkan.

G. PENUTUP

Motivasi merupakan faktor yang ada pada diri individu. Hal ini menjadi penting untuk mendorong siswa meningkatkan keberhasilan belajar dan kecakapan menghadapi tantangan hidup. Kadar motivasi belajar siswa tidak stabil, kadang tinggi, kadang rendah, bahkan suatu ketika motivasi tersebut hilang dari diri siswa. Oleh karena itu, perlu diterapkan cooperative learning pada pembelajaran matematika dalam mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan. Pelaksanaan cooperative learning dalam pembelajaran matematika dapat menggunakan berbagai model serta efektif jika digunakan dalam suatu periode waktu tertentu. Susana positif yang timbul dari cooperative learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan guru matematika. Dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan siswa merasa lebih termotivasi untuk belajar dan berpikir. Namun tidak menutup kemungkinan kericuhan didalam kelas akan terjadi.

Keberhasilan cooperative learning tergantung dari siswa dan guru sehingga dibutuhkan guru yang menguasai sistem pengajaran atau penilaian cooperative learning dan siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Cooperative learning dapat dijadikan alternatif menarik dalam peningkatan motivasi belajar siswa disekolah. Cooperative learning dalam pembelajaran matematika membantu siswa dalam menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan sehingga pihak sekolah harus dapat memberikan suatu inovasi terbaru dalam pembelajaran ini.

Yasdi, SE, MM
082 331 046 465 / 085 732 255 454

Alamat Kantor :
MTs Al Rosyid
Jl. KH. R. Moh Rosyid Ngumpakdalem Dander Bojonegoro Jawa Timur

Alamat Rumah :
RT. 01 RW. 01
Desa Sumodikaran Dander Bojonegoro Jawa Timur